Senin, 11 Juni 2012

Filosofi Garam-terang-ragi



GARAM
Ibarat sayur tanpa garam…..
Garam memiliki manfaat bila “dia” sudah mencair dan menyatu dengan keadaan di sekitarnya. Demikian pula dengan kehidupan ,kita memiliki fungsi bila hidup kita sudah mencair dan bersatu dengan lingkungan di mana kita berada. Bukan berarti hidup kita menjadi sama dengan dunia tapi kita memberikan diri kita bagi dunia . Apapun yang kita lakukan harus memberi dampak positif bagi lingkungan sekitar kita.

Kita sudah tidak berdiri lagi sebagai pribadi yang harus dihormati, harus dipatuhi, harus dipandang, tapi kita meleburkan di tengah dunia ini menjadi pribadi yang tidak dikenal (sama seperti garam), namun membawa pengaruh yang luar biasa bagi orang lain.

Orang yang telah menjadi garam, sudah tidak lagi bersikap egois, mau menang sendiri, suka memaksakan kehendak, menuntut untuk diperhatikan, mementingkan diri sendiri. Tapi dalam setiap tindakannya, akan selalu dilandasi apa yang bisa aku lakukan untuk orang lain.

TERANG
Bayangkan kita berada di suatu ruangan gelap gulita, bagaimana perasaan kita?  bingung, takut, gamang, kuatir, tidak menentu,was-was, pokoknya segala macam perasaan bercampur aduk disana.  Tiba-tiba…. seberkas cahaya masuk ke ruangan tersebut? Apa yang kita rasakan? perasaan damai, tenang dan yakin menyelimuti diri kita. Dalam hati kita timbul suatu keyakinan bahwa cahaya ini akan menuntun kita keluar dan dengan langkah mantap kita mengayunkan kaki ke arah cahaya tersebut.

Dunia ini merasakan hal yang sama, saat ini dunia sedang berada dalam kegelapan dan semakin lama semakin besar. Aborsi, penyalah gunaan obat-obatan, perselingkuhan, sex bebas, angka kematian akibat bunuh diri semakin meningkat, korupsi, pemerkosaan,penganiayaan, dan pembunuhan merajalela.

Dunia membutuhkan terang ……  dan kita bisa menjadi terang itu…..
mungkin bukan terang yang besar….terang yang kecil, yang hanya bisa menyinari  ruangan yang kecil….. namun kita bisa mengajak terang kecil yang lain untuk menyinari dunia ini.

RAGI
Teringat ketika Ibu saya  membuat roti.  Ibu mengaduk ragi ke dalam adonan dan menempatkannya di suatu tempat yang hangat dan saya akan melihat adonan itu naik. Adonan itu dipenuhi dengan udara, mengembang dan kemudian menjadi halus dan lunak. Setelah dibakar, ia menjadi lembut dan dapat dipecahkan apabila kita memakannya.

Ragi terlihat lemah, tanpa daya, kecil dibanding tiga sukat tepung. Tidak mungkin membuat roti atau kue ragi lebih banyak dari tepung.  Tetapi ragi ini menentukan keberhasilan pembuatan roti atau kue tersebut. Sekalipun kecil dan lemah, bukan berarti dia tidak punya jati diri . Sekalipun  dikatakan minoritas di negeri ini jangan sampai kita kehilangan jati diri sebagai anak Tuhan, orang yang kelihatan lemah belum tentu tidak ada kekuatan di dalamnya, tetapi justru karena itu kekuatan Tuhan menjadi nyata. Lemah bukan berarti tidak ada iman, kehidupan, tidak punya pengharapan dan cita-cita.

Ragi  tidak mengintimidasi roti.  Seringkali karena menganggap diri minoritas lalu menjadi terpengaruh oleh yang mayoritas lalu berkata: Apakah mungkin kita bisa membawa perubahan bagi negeri ini? Seringkali kita terpengaruh oleh kekuatan yang besar karena jumlah yang besar, tetapi kalau kita menyadari diri sebagai ragi maka apapun dan sebesar apapun kekuatan di sekeliling kita tidak akan terpengaruh.


KITA DITEMPATKAN DI DUNIA INI UNTUK MEMBAWA PERUBAHAN DAN BUKAN UNTUK DIPENGARUHI DUNIA …
JADILAH ANAK-ANAK TERANG DAN MEMBAWA KEHIDUPAN BAGI BANYAK ORANG !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar